Kekuasaan Kaum Padri secara nyata berada di daerah pedalaman dan juga wilayahnya bertambah semakin luas, karena kampung demi kampung berhsil dikuasainya. Dengan demikian, kedudukan kaum adat makn terdesak dam akhirnya meminta bantuan kepada pihak Belanda di Batavia dan perangpun meletus.
- Periode Pertama (1821-1825) Pada periode ini, Belanda mengirim tentaranya dari Batavia dibawah pimpinan Letkol Raaf dan berhasil merebut Batusangkar dan langsung mendirikan benteng yang bernama Fort Van der Capellen. Namun pada tahun 1825, di Pulau Jawa terjadi perlawanan dari Pangeran Diponegoro. Belanda mengadakan perjanjian dengan Kaum Padri yang dikenal dengan Perjanjian Masang. Isi pokok erjanjian ini adalah soal gencatan senjata antar kedua belah pihak.
- Periode Kedua (1825-1830) Walaupun isi perjanjian Masang sekurang-kurangnya merupakan suatu jaminan untuk tidak mengadakan peperangan dalam waktu yang singkat, tetapi suasana tetap tegang. Dalam suasana seperti itu, bentrokan-bentrokan kecil sering terjadi tetapi segera dapat dipadamkan, karena ada saat itu Belanda bersikap sangat lunak.
- Periode Ketiga (1830-1837) Setelah Perang Diponegoro usai, keadaan di Sumatera Barat sangat berubah, yaitu terjadi pertempuran-pertempuran yang tidak dapat dihindari lagi. Naskah Perjanjian Masang dirobek-robek oleh Belanda dan menuduh Kaum Padri tidak setia terhadap perjanjian Masang. Pada tahun 1831, Letnan Kolonel Elout datang dengan pasukannya untuk melawan Kaum Padri. Ternyata kedudukan Kaum Padri sangat kuat. Kemudian datang juga Mayor Michaels dengan tugas pokok menundukkan Ketiangan dekat Tiku yang merupakan pusat kekuatan Kaum Padri. Usaha Belanda ini berhasil dan setahun kemudian, Sentot Ali Basa (bekas Panglima Diponegoro) dikirim ke Sumatera Barat.
0 komentar:
Posting Komentar